Wawasan Kebangsaan
MAKALAH
PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
Disusun Oleh:
Nama : Hafiz Auliya Satriandika
NPM
: 33416144
Kelas
: 2ID06
Dosen : Rafika Maulida
JURUSAN TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS
TEKNOLOGI INDUSTRI UNIVERSITAS
GUNADARMA DEPOK
2017
DAFTAR ISI
HALAMAN
JUDUL…………………………………………………………………….... i
DAFTAR ISI
………………………………………………………………………...…… ii
A.
Latar Belakang
………………………………………………....………………… 2
B.
Pembahasan ………………................................................................…………..….3
C.
Analisis………………….……………...............................................................…...3
PENUTUP ……………………………………………..…….……………….…...............5
Kesimpulan …………………....…………………………..….………………..…..5
Daftar Pustraka …………….......…………………………...……………………...6
A. LATAR BELAKANG
Kasus Kewarganegaraan yang berkaitan
dengan pernikahan campuran (antarnegara)
Indonesia menganut asas kewarganegaraan tunggal,
dimana kewarganegaraan anak mengikuti ayah, sesuai pasal 13 ayat (1) UU No.62
Tahun 1958 :
“Anak yang belum berumur 18 tahun dan belum kawin yang mempunyai hubungan
hukum kekeluargaan dengan ayahnya sebelum ayah itu memperoleh kewarga-negaraan
Republik Indonesia, turut memperoleh kewarga-negaraan Republik Indonesia
setelah ia bertempat tinggal dan berada di Indonesia”
BERIKUT ADALAH CONTOH STATUS ANAK HASIL PERKAWINAN CAMPURAN
Sebut saja Marcellina, wanita asal
Surabaya, pada bulan Juli 2003 saat pulang ke Indonesia bersama kedua anaknya,
Sonia dan Julian, Marcellina tak menyangka hidupnya akan berubah cerah sejak 11
Juli 2006 silam, saat DPR mengesahkan UUK yang baru. Marcellina mengisahkan,
awal 2001 ia menikah di negara bagian Ohio, Amerika Serikat. Suaminya orang
Amerika. Pernikahan itu dicatatkan di Konsulat Jenderal RI setempat. Akhir 2001
Marcellina melahirkan Sonia. Setahun kemudian, Julian lahir. Keduanya tercatat
sebagai warga negara Amerika, sesuai dengan asas ius soli yang dianut Amerika.
Persoalan berat dalam pernikahannya membuat Marcellina, tanpa sepengetahuan
suaminya, membawa kedua anaknya yang saat itu berusia 7 bulan dan 17 bulan
pulang ke Jakarta pada Juli 2003. Kondisi mendesak membuat Marcellina nekat
membawa kedua anaknya keluar Amerika tanpa sempat dibuatkan paspor. Agar Sonia
dan Julian bisa masuk ke Indonesia, Marcellina meminta bantuan Kedubes RI di
Washington untuk membuatkan Surat Perjalanan Laksana Paspor (SPLP) bagi Sonia
dan Julian, yang hanya berlaku sebagai travel document. Sampai di Jakarta, ia
mencatatkan pernikahannya ke Catatan Sipil di Jakarta dan mendapat Tanda Bukti
Laporan Perkawinan. Ia juga mencatatkan kelahiran kedua anaknya sebagai Tanda
Bukti Laporan Kelahiran di tempat yang sama. Masalah mulai muncul saat
Marcellina bermaksud mengurus Kartu Izin Tinggal Terbatas (KITAS) bagi kedua
anaknya. Kantor imigrasi menolaknya karena Sonia dan Julian tak punya paspor.
Pihak kedutaan mengharuskan kedua orangtua hadir di depan pejabat kedutaan atau
salah satu orang tua yang absen, memberikan surat izin untuk aplikasi atau
perpanjangan paspor bagi anak di bawah usia 14 tahun. Apesnya, suami Marcellina
berusaha menghalangi proses tersebut. Di sisi lain, perubahaan kewarganegaraan
dari WNA menjadi WNI, hanya bisa dilakukan setelah anak mencapai usia 18 tahun.
"Sejak saat itu mereka terkatung-katung, dinyatakan sebagai anak
stateless, tanpa kewarganegaraan." Sonia dan Julian bisa terkena sanksi
overstay, karena sejak tiba di Indonesia Marcellina yang tergabung dalam
Keluarga Perkawinan Campuran Melalui Tangan Ibu (KPC Melati) tidak pernah
membayar atau memperpanjang izin tinggal kedua anaknya. Mereka juga disebut
penduduk gelap karena tak pernah terdaftar di keimigrasian. "Di sini, saya
disebut menyembunyikan anak WNA. Lalu, karena tidak memberitahu suami saat
membawa mereka keluar dari wilayah Amerika, di sana saya disebut melakukan
penculikan anak. Padahal saya yang melahirkan mereka," papar wanita asal
Surabaya ini. Ia tak bisa membayangkan nasib kedua anaknya bila saat bersekolah
tiba karena tanpa KITAS, mereka tak bisa sekolah. Itu sebabnya, ia sangat lega
DPR mengesahkan UUK yang baru, yang memberikan kewarganegaraan ganda pada anak
hasil perkawinan campuran sampai anak berusia 18 tahun. Dengan kewarganegaraan
ganda ini, Sonia dan Julian kini juga menjadi WNI. Marcellina kini tak perlu
sembunyi lagi.
B. Pembahasan
Menurut Pasal 57 UU No. 1 Tahun 1974
tentang Perkawinan (“UUP”), yang dimaksud dengan perkawinan campuran adalah
perkawinan antara dua orang yang di Indonesia tunduk pada hukum yang berlainan,
karena perbedaan kewarganegaraan dan salah satu pihak berkewarganegaraan
Indonesia. Jadi, berdasarkan ketentuan tersebut yang dimaksud dengan perkawinan
campuran adalah perkawinan antara seorang Warga Negara Indonesia (“WNI”) dengan
seorang warga negara asing (“WNA”).
Selanjutnya, menurut Pasal 58 UUP bagi
orang-orang yang berlainan kewarganegaraan yang melakukan perkawinan campuran,
dapat memperoleh kewarganegaraan dari suami/isterinya dan dapat pula kehilangan
kewarganegaraannya, menurut cara-cara yang telah ditentukan dalam Undang-Undang
Kewarganegaraan Republik Indonesia yang berlaku.
Berdasarkan ketentuan tersebut, maka kita
perlu merujuk pada ketentuan Undang-Undang kewarganegaraan RI yang berlaku saat
ini yaitu UU No. 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia (“UU
Kewarganegaraan”). Mengenai status kewarganegaraan dalam perkawinan campuran,
hal tersebut diatur di dalam Pasal 26 UU Kewarganegaraan, yang berbunyi:
(1) Perempuan Warga Negara Indonesia yang kawin dengan laki-laki warga
negara asing kehilangan Kewarganegaraan Republik Indonesia jika menurut hukum
negara asal suaminya, kewarganegaraan istri mengikuti kewarganegaraan suami
sebagai akibat perkawinan tersebut.
(2) Laki-laki Warga Negara Indonesia yang kawin dengan perempuan warga
negara asing kehilangan
Kewarganegaraan Republik Indonesia jika menurut hukum negara asal istrinya,
kewarganegaraan suami mengikuti kewarganegaraan istri sebagai akibat perkawinan
tersebut.
(3) Perempuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau laki-laki sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) jika ingin tetap menjadi Warga Negara Indonesia dapat
mengajukan surat pernyataan mengenai keinginannya kepada Pejabat atau
Perwakilan Republik Indonesia yang wilayahnya meliputi tempat tinggal perempuan
atau laki-laki tersebut, kecuali pengajuan tersebut mengakibatkan
kewarganegaraan ganda.
(4)Surat pernyataan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat diajukan oleh
perempuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau laki-laki sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) setelah 3 (tiga) tahun sejak tanggal perkawinannya berlangsung.
C. Analisis
Jadi, jika kita melihat
ketentuan Pasal 26 ayat (1) dan ayat (3) UU Kewarganegaraan, dapat diketahui
bahwa apabila hukum negara asal si suami memberikan kewarganegaraan kepada
pasangannya akibat perkawinan campuran, maka istri yang WNI dapat kehilangan kewarganegaraan
Indonesia, kecuali jika dia mengajukan pernyataan untuk tetap menjadi WNI.
Di dalam ketentuan UU Kewarganegaraan,
tidak ditentukan bahwa seorang WNA yang kawin dengan WNI maka secara otomatis
menjadi WNI, termasuk jika menetap di Indonesia. Hal yang perlu diperhatikan
oleh si WNA selama tinggal di Indonesia adalah harus memiliki izin tinggal.
Selanjutnya, silakan simak artikel Prosedur KITAS dan KITAP.
Jika si WNA telah menetap tinggal di
Indonesia selama 5 tahun berturut-turut atau 10 tahun berturut-turut, barulah
dia memenuhi syarat mengajukan diri untuk menjadi WNI jika ia menghendaki.
PENUTUP
Kesimpulan
Perkawinan adalah salah
satu sisi yang memiliki asas kesatuan hukum, yaitu paradigma suami istri atau
ikatan keluarga merupakan inti masyarakat yang
mendambakan suasana sejahtera, sehat dan bersatu. Sedangkan
pengertian perkawinan campuran menurut Undang-undang Nomor 1 Tahun
1974 pasal 57 yang dimaksud dengan perkawinan campuran ialah “Perkawinan antara
dua orang yang di Indonesia tunduk pada hukum yang berlainan, karena perbedaan
kewarganegaraan dan salah satu pihak berkewarganegaraan Indonesia”.
Seorang anak dari
perkawinan campuran diberi kebebasan untuk memilih kewarganegaraan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) disampaikan dalam waktu paling lambat 3 (tiga) tahun
setelah anak berusia 18 (delapan belas) tahun atau sudah
kawin. Undang-undang yang membahas tentang diperbolehkannya
kewarganegaraan ganda bagi anak
hasil perkawinan beda kewarganegaraan tercantum dalam
UU Kewarganegaraan No.12 Tahun 2006. Hal ini dalam rangka memecahkan masalah
dalam perkawinan beda kewarganegaraan, jadi anak yang lahir dapat diakui
sebagai warga negara Indonesia.
Undang-undang yang mengatur tentang perkawinan beda kewarganegaraan diatur
dengan UU Nomor 1 Tahun 1974 pasal 57, Undang-Undang Kewarganegaraan No.12
Tahun 2006, UU No. 62 Tahun 1958.
DAFTAR PUSTAKA
Komentar
Posting Komentar