Konvensi Internasional


MAKALAH HUKUM INDUSTRI
( KONVENSI INTERNASIONAL )


Disusun oleh:
                        Nama/ NPM                            : Hafiz Auliya S               / 33416144
                                                                          M Ridhwan Muzakkir    / 35416058
                                                                          M Akbar Adelar             / 34415476
                                                                          Nisa Indriati                   / 35415081
                        Kelompok                               : 6 (Enam)
                        Kelas                                       : 2ID06
                        Dosen                                      : Rizqi Intansari Nugrahani



JURUSAN TEKNIK INDUSTRI
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS GUNADARMA
2018


DAFTAR ISI
COVER                                                                                                          
DAFTAR ISI                                                                                                  i
BAB I PENDAHULUAN
1.1           Latar Belakang                                                                                   3
1.2           Tujuan                                                                                                 3
BAB II PEMBAHASAN
1.3           Berne Convention                                                                               4
1.4           UCC (Universal Copyright Convention)                                           7
BAB III KESIMPULAN                                                                                 11
BAB IV REFRENSI                                                                                       12








BAB 1
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Kekayaan intelektual (Intellectual Property) terbagi dalam dua hal yaitu hak kekayaan industri dan hak cipta. Adapun hak kekayaan industri tersebut terbagi lagi menjadi beberapa hak yang antara lain adalah, Hak Paten (Paten/Paten sederhana), Rahasia Dagang, Merek, Desain Industri, Perlindungan Varietas Tanaman, Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu, Indikasi Geografis dan Indikasi Asal serta Kompetisi Terselubung. Berdasarkan hal uraian diatas tampak bahwa Hak Cipta memiliki kedudukan tersendiri disamping Hak Kekayaan Intelektual lain yang tergabung dalam hak kekayaan industri, atau dapat juga dikatakan bahwa Hak Cipta adalah Hak immaterial, yaitu hak yang tidak dapat dilihat dan diraba tetapi dapat di miliki, sehingga cukup pantas kalau Hak Cipta ini dikatakan sebagai Hak Eksklusif disamping Hak Kekayaan Intelektual lainnya.
Sementara itu dalam Agreement on Trade Related Aspects of Intelectual Property Rights, Including Trade on Counterfeit Goods (TRIPs), juga mengatur mengenai aspek-aspek yang berhubungan dengan hak kekayaan intelektual, jenis hak kekayaan intelektual, penyelesaian sengketa hak kekayaan intelektual dan pencegahan peredaran perdagangan barang palsu (counterfeit goods). Hak Cipta merupakan bagian Hak Kekayaan Intelektual yang sangat penting untuk dilindungi, terutama bagi lembaga litbang dan perguruan tinggi yang banyak menghasilkan karya tulis ilmiah, buku, maupun perangkat lunak (software).
Selain untuk melindungi kepentingan lembaga, badan dan individu, perlindungan terhadap hak cipta juga diperlukan bagi suatu negara untuk mendapatkan kepercayaan dari dunia Internasional dan menghindari sanksi internasional. Yang mana kepercayaan dari dunia internasional ini sangatlah diperlukan dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi dalam negeri, karena dengan adanya kepercayaan dari dunia internasional ini diharapkan dapat merangsang. Makalah ini akan membahas tentang konvensi internasional hak cipta, Berner Convention dan Universal Copyright Convention.

1.2 Tujuan
Tujuan penyusunan makalah ini adalah sebagai berikut :
a.   Mahasiswa dapat memahami apa yang dimaksud Berner  convention ?
b.  Mahasiswa dapat memahami apa yang dimaksud universal copyright   convention  ?
c.  Mahasiswa mengetahui dan memahami tujuan Berner convention?
d. Mahasiswa mengetahui dan memahami tujuan universal copyright convention  ?



BAB II
PEMBAHASAN

Konvensi internasional merupakan perjanjian internasional. Istilah lain dari perjanjian internasional merupakan treaty (traktat), pact (pakta), convention (konvensi), charter dll. Perjanjian internasional merupakan suatu perjanjian yang diadakan antara anggota masyarakat bangsa-bangsa dan bertujuan untuk mengakibatkan akibat-akibat hukum tertentu. Tahapan perjanjian internasional seperti perundingan (negotiation), penanda-tanganan (signature), pengesahan (ratification). Perjanjian internasional sudah dianggap sah jika telah diratifikasi, karena ratifikasi merupakan persetujuan negara terkait untuk diikat dalam suatu perjanjian. Tujuan Konvensi internasional tentang hak cipta. Melindungi hak cipta secara internasional (dalam hal ini adalah setiap negara peserta).
Konvensi internasional digunakan untuk melakukan perjanjian internasional multilateral yang mengatur masalah besar dan penting untuk berlaku sebagai kaidah hukum internasional yang dapat berlaku luas baik dalam lingkup regional maupun umum. Konvensi internasional terbagi menjadi beberapa macam diantaranya :
1.       Konvensi Bern (The Berne Convention) untuk perlindungan karya sastra dan seni, peserta konvensi sekitar 133 negara.
2.       Perjanjian Umum mengenai Tarif dan Perdagangan(The General Agreement on Tariffs and Trade (GATT), mencakup perjanjian internasional mengenai aspek-aspek yang dikaitkan dengan perdagangan dari HaKI, peserta konvensi sekitar 132 negara.
3.       Konvensi Hak Cipta Universal (The Universal Copyright Convention (UCC), peserta konvensi sekitar 95 negara.
4.       Konvensi Internasional untuk perlindungan para pelaku (performer), produser rekaman suara dan lembaga penyiaran (The Rome Convention), peserta konvensi sekitar 57 negara.
5.       Traktat Hak Cipta WIPO (WIPO Copyright Treaty / WCT), telah diratifikasi Indonesia dengan Keppres No. 19 Th. 1997.
6.       Traktat Pertunjukan dan Rekaman Suara WIPO (WIPO Performances and Phonograms Traty/ WPPT), telah diratifikasi Indonesia dengan KeppresNo. 74 Th. 2004.
Contoh lain dari konvensi seperti Convention on International Liability for Damage Caused by Space Objects of November 29, 1971 (Konvensi tentang Tanggung Jawab Internasional atas Kerugian oleh Benda-benda Angkasa pada tanggal 29 November 1971). Contoh berikutnya merupakan Convention for the Suppression of Unlawful Acts Against the Savety of Civil Aviation of September 23, 1971 (Konvensi mengenai Pemberantasan Tindakan-Tindakan Melawan Hukum Terhadap Keselamatan Penerbangan Sipil, 23 September 1971).





2.1 Berne Convention
Perlindungan hak cipta di tingkat internasional dimulai kira-kira pertengahan abad ke-19 atas dasar perjanjian bilateral. Beberapa perjanjian internasional yang  saling mengakui hak-hak bersangkutan disetujui tetapi belum memberikan bentuk yang seragam. Kebutuhan akan  peraturan  yang seragam  menghasilkan disetujuinya tanggal 9 September 1886 Bern Convention For The Protection uf Literary and Artistic Works. Bern Convention adalah perjanjian internasional yang  tertua  dibidang hak  cipta  dan  terbuka bagi semua negara untuk di ratifikasi. Indonesia dengan Keputusan Presiden No. 18  Tahun 1997 mengesahkan Berne Convention dengan reservation (persyaratan) atas Pasal 33 ayat (1) (Pasal 1 Kepres N o. 18 Tahun  1997).16
Naskah dari  Berne Convention telah mengalami beberapa kali perubahan atau revisi yang dimaksudkan untuk memperbaiki sistem perlindungan intemasional yang diatur oleh konvensi. Perubahan­perubahan dilaksanakan agar dapat memenuhi tantangan dari kemajuan teknologi di bidang pemanfaatan karya pengarang agar dikenal pula hak­hak baru dan melaksanakan revisi yang diperlukan.
Adapun tujuan diadakannya konvensi ini adalah untuk melindungi seluruh  karya sastra, seni maupun ilmu pengetahuan. Kemudian ketentuan-ketentuan Konvensi Bern ini dilengkapi kembali di Paris yaitu pada tanggal 4 Mei 1896 dan diperbaharui lagi di Berlin pada tanggal 13 November 1908 dan kembali dilengkapi di Bern pada tanggal 20 Maret 1914, menyusul  kemudian di Roma pada tanggal  2 Juni 1928 dan terakhir di Brussel pada tanggal 26 Juni 1948.
Ketentuan-ketentuan dalam Undang-undang pengarang di negeri Belanda tersebut banyak yang diambil atau disesuaikan dengan ketentuan­ketentuan Konvensi Bern, hal ini disebabkan karena ketentuan-ketentuan konvensi ini merupakan ketentuan yang mengikat, sehingga bagi para anggotanya diharuskan menempatkannya dalam Undang-undang di negaranya.
Dapatlah dipahami hakekat atau prinsip17 dari perjanjian Bern ini yang bertujuan untuk melindungi hak pengarang (hak cipta) dibidang karya seni,  sastra dan ilmu pengetahuan. Perlindungan mana diberikan kepada seluruh anggota dari konvensi itu. Secara timbal balik melindungi hak pengarang antara negara-negara yang menjadi anggota.18
Perlindungan diberikan supaya tidak timbul pelanggaran atau kejahatan di bidang hak  pengarang itu. Adapun prinsip tadi terdapat pada Uni Konvensi Bern (Bern Convention Union) 1948 dalam pasal 2 ayat 4 menyatakan karyakarya yang disebut dalam pasal ini akan menerima perlindungan dalam semua negara persatuan (Persatuan  Hak Cipta Bem).  Perlindungan ini berlaku untuk kepentingan si pencipta dan wakil-wakilnya serta kuasa­ kuasanya  yang  sah.  (The  Works  mentioned  in  this  Article  shall  enjoy protection  in all countries  of the Union.  This protection shall operate for the benefit of the aurhor and his legal representatives and assignees).




Revisi-revisi dari  Bern Convention telah terlaksanakan sebagai berikut:
a.   Perubahan di Roma tahun 1928
b. Di Brussels tahun 1948
c. Di Berlin tahun 1908
d. Di Stockholm tahun 1967
e. Di Paris tahun 1971
Secara umum Konvensi Bern sering dikatakan sebagai traktat yang memberikan  perlindungan untuk karya-karya sastra, karya ilmu pengetahuan dan karya-karya bernilai artistik.  Jenis-jenis karya  yang termasuk dilindungi konvensi ini sangat luas. Misalnya mulai dari materi perkuliahan, pidato, ilustrasi, peta, sketsa, sampai ke karya foto, lukisan, pahatan, patung, karya koreografi, karya film, arsitektur dan lain sebagainya.
Melihat cakupan yang luas tersebut diatas. Wajarlah bila konvensi ini memang sangat penting untuk diratifikasi. Indonesia merupakan negara ke-126 yang meratifikasi Konvensi Bern. Sebelum Konvensi Bern diratifikasi, Indonesia menempuh upaya membuat perjanjian bilateral dengan banyak negara untuk membersihkan perlakuan yang wajar serta perlindungan bagi ciptaan-ciptaan asing di Indonesia. Hal ini sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 48 UU Hak Cipta Tahun 1987. Cara seperti itu jelas kurang efektif dan cukup merepotkan karena jumlah perjanjian bilateral yang harus dibuat sangat banyak.
Dengan meratifkasi Konvensi Bern, perjanjian-perjanjian bilateral tersebut tidak diperlukan lagi, dan secara otomatis Indonesia masuk ke dalam keluarga negara-negara Konvensi Bern. Itu berarti sesuai tiga prinsip dasar Konvensi Bern maka Indonesia berkewajiban melindungi hak cipta atas karyakarya para pencipta dari negara-negara peratifikasi Konvensi Bern, sebaliknya karya-karya putra Indonesia-pun akan dilindungi dinegara-negara keluarga Konvensi Bern.
Konvensi Bern juga mengatur sekumpulan hak yang dinamakan hak-hak moral (droit moral). Hak yang dimaksud ini adalah hak pencipta untuk mengklaim sebagai pencipta suatu ciptaan dan hak pencipta untuk mengajukan keberatan terhadap setiap perbuatan yang bermaksud mengubah, mengurangi atau menambah keaslian ciptaanya yang  dapat  meragukan kehormatan dan  reputasi penciptanya.20
Dengan adanya Konvensi Bern ini, maka itu berarti Indonesia  secara  langsung  terikat dan patuh  pada  semua  aturan-aturan dalam  konvensi. Khusus Konvensi Bern yang mengatur tentang perlindungan terhadap hak cipta, Indonesia secara langsung  menjadi  bagian dari hukum  positif  nasional. Artinya  setiap  pihak yang  terkait  apakah  itu para  penegak hukum  (hakim,  jaksa,  dan  penyidik, penemu maupun pelaku bisnis) harus mematuhi konvensi  tersebut.
Dengan adanya Konvensi Bern tersebut maka kita harus melihat sebagai suatu upaya dari pemerintah dalam menyikapi permasalahan seputar HKI khususnya hak cipta, terutama dalam rangka menghadapi persaingan global diera perdangangan bebas. Adapun tujuan dari langkah meratifikasi Konvensi Bern itu bukanlah keputusan politik  yang berdiri sendiri. Ratifikasi Konvensi Bern adalah kelanjutan dari keikutsertaan Indonesia menjadi anggota organisasi perdangangan dunia (WTO) dan keterlibatan aktif Indonesia dalam TRJPs (trade Related Aspects of Intellectual  Property Right
Hak Cipta  sebagai  bagian  dari  HKI merupakan  sesuatu  hal yang mau tidak  mau harus diterima sebagai bagian dari keikutsertaan suatu bangsa dalam pergaulan intemasional. Hormat-menghonnati dan menghargai serta memberikan perlindungan atas suatu hasil karya cipta  atau  produk  adalah suatu prinsip yang  mesti  dipegang  teguh.  Untuk  itu manfaat  yang  bisa diambil dengan Konvensi Bern tersebut antara lain bagaimana kita berupaya meningkatkan kemampuan berkompetisi dari suatu bangsa untuk melindungi karya cipta dari masing-masing  negara yang bersangkutan.

2.2 UCC (Universal Copyright Convention)
UCC ini dikembangkan oleh Bangsa, Ilmu Pengetahuan dan Kebudayaan Pendidikan Amerika sebagai alternatif untuk Konvensi Berne bagi negaranegara yang tidak setuju dengan aspek dari Konvensi Berne, namun masih ingin ikut berpartisipasi dalam beberapa bentuk perlindungan hak cipta multilateral. Negara-negara ini termasuk negara-negara berkembang dan Uni Soviet , yang berpikir bahwa perlindungan hak cipta yang kuat yang diberikan oleh Konvensi Berne terlalu diuntungkan Barat dikembangkan negara-negara pengekspor hak cipta, dan Amerika Serikat dan sebagian besar dari Amerika Latin. Amerika Serikat dan Amerika Latin sudah menjadi anggota dari konvensi hak cipta Pan-Amerika, yang lebih lemah dari Konvensi Berne. Berne Konvensi menyatakan juga menjadi pihak UCC, sehingga hak cipta mereka akan ada di non-konvensi Berne negara. The Amerika Serikat hanya memberikan perlindungan hak cipta untuk tetap, jangka terbarukan, dan menuntut agar suatu pekerjaan yang harus dilindungi hak cipta harus berisi pemberitahuan hak cipta dan didaftarkan di Kantor Hak Cipta . Konvensi Berne, di sisi lain, disediakan untuk perlindungan hak cipta untuk istilah tunggal didasarkan pada kehidupanpenulis , dan tidak memerlukan pendaftaran atau dimasukkannya pemberitahuan hak cipta untuk hak cipta untuk eksis.
Dengan demikian Amerika Serikat akan harus membuat beberapa modifikasi besar terhadap hukum hak cipta untuk menjadi pihak untuk itu. Pada saat itu Amerika Serikat tidak mau melakukannya. UCC sehingga memungkinkan negara-negara yang memiliki sistem perlindungan yang sama ke Amerika Serikat untuk fixed term pada saat penandatanganan untuk mempertahankan mereka. Akhirnya Amerika Serikat menjadi bersedia untuk berpartisipasi dalam konvensi Berne, dan mengubah hukum hak cipta nasional seperti yang diperlukan. Pada tahun 1989 itu menjadi pihak dalam Konvensi Berne sebagai hasil dari Konvensi Berne Implementasi Undang-Undang 1988 . Di bawah Protokol Kedua Konvensi Hak Cipta Universal (teks Paris), perlindungan di bawah US UU Hak Cipta secara tegas diperlukan untuk karya yang diterbitkan oleh PBB , oleh badan-badan khusus PBB dan oleh Organisasi Negara-negara Amerika. Persyaratan yang sama berlaku untuk negara kontraktor lain juga.
Berne Konvensi menyatakan khawatir bahwa keberadaan UCC akan mendorong pihak dalam Konvensi Berne untuk meninggalkan konvensi itu dan mengadopsi UCC sebaliknya. Jadi UCC termasuk klausul yang menyatakan bahwa pihak yang juga Berne pihak Konvensi tidak perlu menerapkan ketentuan Konvensi untuk setiap negara mantan Konvensi Berne yang meninggalkan Konvensi Berne setelah 1951. Sehingga setiap negara yang mengadopsi Konvensi Berne yang dihukum jika kemudian memutuskan untuk meninggalkannya dan menggunakan perlindungan UCC sebaliknya, karena hak cipta yang mungkin tidak lagi ada di Berne Konvensi menyatakan.
Karena hampir semua negara baik anggota atau calon anggota dari Organisasi Perdagangan Dunia , dan dengan demikian sesuai dengan Perjanjian tentang Trade-Related Aspek Intellectual Property Rights Agreement, UCC telah kehilangan signifikansi. Universal Copyright Convention mulai berlaku pada tanggal 16 September 1955. Konvensi ini mengenai karya dari orang-orang yang tanpa kewarganegaraan dan orang-orang pelarian. Ini dapat dimengerti bahwa secara internasional hak cipta terhadap orang-orang yang tidak mempunyai kewarganegaraan atau orang-orang pelarian, perlu dilindungi. Dengan demikian salah satu dari tujuan perlindungan hak cipta tercapai.
Dalam hal ini kepentingan negara-negara berkembang di perhatikan dengan memberikan batasan-batasan tertentu terhadap hak pencipta asli untuk menterjemahkan dan diupayakan untuk kepentingan pendidikan, penelitian dan ilmu pengetahuan. Konvensi bern menganut dasar falsafah eropa yang mengaggap hak cipta sebagai hak alamiah dari pada si pencipta pribadi, sehingga menonjolkan sifat individualis yang memberikan hak monopoli. Sedangkan Universal Copyright Convention mencoba untuk mempertemukan antara falsafah eropa dan amerika. Yang memandang hak monopoli yang diberikan kepada si pencipta diupayakan pula untuk memperhatikan kepentingan umum. Universal Copyright Convention mengganggap hak cipta ditimbulkan oleh karena adanya ketentuan yang memberikan hak seperti itu kepada pencipta. Sehingga ruang lingkup dan pengertian hak mengenai hak cipta itu dapat ditentukan oleh peraturan yang melahirkan hak tersebut.
Untuk menjembatani dua kelompok yang berbeda sistem pengaturan tentang hak cipta ini, PBB melalai UNESCO menciptakan suatu kompromi yang merupakan: “A new common dinamisator convention that was intended to establist a minimum level of international copyright relations throughout the world, without weakening or supplanting the Bern Convention”. Pada 6 September 1952 untuk memenuhi kepatuhan adanya suatu Common Dinaminator Convention lahirlah Universal Copyright Convention (UCC) yang ditandalangani di Geneva kemudian ditindaklanjuti dengan 12 ratifikasi yang diperlukan untuk berlakunya pada 16 September 1955. Ketentuan-ketentuan yang ditetapkan menurut Pasal 1 konvensi antara lain:
1. Adequate and Effective Protection. Menurut Pasal I konvensi setiap negara peserta perjanjian berkewajiban memberikan perlindungan hukum yang memadai dan efektif terhadap hak-hak pencipta dan pemegang hak cipta.
2. National Treatment. Pasal II menetapkan bahwa ciptaan-ciptaan yang diterbitkan oleh warga negara dari salah satu negara peserta perjanjian dan ciptaan-ciptaan yang diterbitkan pertama kali di salah satu negara peserta perjanjian, akan meemperoleh perlakuan perlindungan hukum hak cipta yang sama seperti diberikan kepada warga negaranya sendiri yang menerbitkan untuk pertama kali di negara tempat dia menjadi warga negara.
 3. Formalities. Pasaf III yang merupakan manifestasi kompromistis dari UUC terhadap dua aliran falsafah yang ada, menetapkan bahwa suatu negara peserta perjanjian yang menetapkan dalam perundang-undangan nasionalnya syarat-syarat tertentu sebagai formalitas bagi timbulnya hak cipta, seperti wajib simpan (deposit), pendaftaran (registration), akta notaries (notarial certificates) atau bukti pembayaran royalty dari penerbit (payment of fee), akan dianggap rnerupakan bukti timbulnya hak cipta, dengan syarat pada ciptaan bersangkutan dibubuhkan tanda c dan di belakangnya tercantum nama pemegang hak cipta kemudian disertai tahun penerbitan pertama kali.
 4. Duration of Protection. Pasal IV, suatu jangka waktu minimum sebagi ketentuan untuk perlindungan hukum selama hidup pencipta ditambah paling sedikit 25 tahun setelah kematian pencipta.
 5. Translations Rights. Pasal V, hak cipta mencakup juga hak eksklusif pencipta untuk membuat, penerbitkan, dan memberi izin untuk menerbitkan suatu terjemahan dari ciptaannya. Namun setelah tujuh tahun terlewatkan, tanpa adana penerjemahan yang, dilakukan oleh pencipta, negara peserta konvensi dapat memberikan hak penerjemahan kepada warga negaranya dengan memenuhi syarat-syarat seperti ditetapkan konvensi.
 6. Juridiction of the international Court of Justice. Pasal XV, suatu sengketa yang timbul antara dua atau lebih negara anggota konvensi mengenai penafsiran atau pelaksanaan konvensi, yang tidak dapat diselesaikan dengan musyawarah dan mufakat. dapat diajukan ke muka Mahkamah lnternasional untuk dimintakan penyelesaian sengketa yang diajukan kecuali jika pihak-pihak yang bersengketa bersepakat untuk memakai cara lain. Bern safeguard Clause. Pasal XVII UCC beserta appendix merupakan kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dari pasal ini, merupakan salah satu sarana penting untuk pemenuhau kebutuhan ini.
Garis-garis besar ketentuan pada Konvensi Hak Cipta Universal 1955 :
• National treatment
• Adequate and effective protection
• Formalities
• Duration of protection
• Translations right
• Jurisdiction of the International Court of Justice penyelesaian sengketa yang tidak dapat diselesaikan dengan musyawarah dan mufakat, diajukan ke Mahkamah Internasional
 • Bern Safeguard Clause


























BAB III
KESIMPULAN


Konvensi bern menganut dasar falsafah eropa yang mengaggap hak cipta sebagai hak alamiah dari pada si pencipta pribadi, sehingga menonjolkan sifat individualis yang memberikan hak monopoli.
Universal Copyright Convention mencoba untuk mempertemukan antara falsafah eropa dan amerika yang memandang hak monopoli yang diberikan kepada si pencipta diupayakan untuk memperhatikan kepentingan umum. Universal Copyright Convention mengganggap hak cipta ditimbulkan karena adanya ketentuan yang memberikan hak kepada pencipta, sehingga ruang lingkup dan pengertian hak mengenai hak cipta itu dapat ditentukan oleh peraturan yang melahirkan hak tersebut.



























BAB IV
REFRENSI

  1. http://e-journal.uajy.ac.id/453/3/2MIH01437.pdf
  2. http://openjournal.unpam.ac.id/index.php/sks/article/download/341/267
  3. http://erni_k.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/42948/3.+Hak-Cipta+2.pptx
  4. http://jak-stik.ac.id/staff/aqwam/files/39.-legal-aspek-tik[1].pdf




Komentar

Postingan populer dari blog ini

MENGANALISA PERUSAHAAN PT.LAKSANA

Jiwa Kepemimpinan, Memiliki Dedikasi, Ketekunan, Daya Nalar dan Berpikir Terbuka